Postingan

KELAHIRAN DAN KELAHIRAN YANG LAIN

PUISI UNTUK ANAK DAN IBUKU Tangis Manis Tepat 1.23  di sunyi malam yang sejuk tangismu, tangis kehidupan dingin menyelubungi kudekap, kubisikkan Nama Pencipta biar hangat raga, juga jiwamu sebelum 1.23 rintihan seseorang yang manjagamu menjaga badannya, menjaga hatinya rintih dan tangis yang melembapkan  hatiku yang kerontang jiwaku yang hampa setelah 1.23 ada bahagia dan perhitungan lain ada dunia yang hadir aku adalah makhluk baru ada seseorang yang mesti direncanakan hidupnya, masa kecilnya, budi bahasanya, bahagianya. dan tanggul yang menahan ombak kecil juga besar anakku hidup adalah batu-batu yang kelak kau temui ada yang keras nan besar, ada yang kerdil kau dan semua jalan hidup yang kau pilih yang bisa menuntun serta kasih sayang zat, yang menciptakan kita Tumbang Bondang, 2023 MENGHAYATI HAYAT yang hilang darimu adalah tawa hari-hari itu, hanya hari-hari itu selebihnya adalah obrolan yang mengacaukan kecanggungan bertumpuk seperti kisahmu tentang silsilah kerabat tentang merek

NAFSU YANG MEMAKAN

  PERIHAL MENCINTAI DIRI “Tidak apa-apa gemuk, yang penting sehat.” Itu ucapan seorang remaja yang membuat ingatan saya melompat jauh ke hampir dua puluh tahun yang lalu. Pernyataan yang juga saya yakini waktu itu, bahwa gemuk adalah lambang kesehatan. Namun usia dan pengalaman lah yang mengoreksi itu semua. Kegemukan ternyata adalah ibu kandung dari berbagai penyakit. Remaja yang membuat pernyataan tadi memang memiliki tubuh yang gemuk. Akan tetapi saya bisa menduga bahwa ketika saya seusianya, badan saya jauh lebih besar dan berat. Saya adalah siswa paling besar di kelas dan juga di sekolah; bahkan jika dibandingkan dengan guru-guru saya. Kenyataannya, saya selalu paling besar di setiap sekolah yang saya tempati. Lebih tepatnya, saya manusia paling besar sekampung. Kalimat awal pada tulisan ini sebenarnya adalah kepercayaan yang turun temurun diwarisi oleh kebanyakan orang tua kita. Sebagian besar kita menganggap bahwa seorang anak yang gemuk menandakan ia sehat. Sebaliknya, an

SEDIKIT PUISI

PUISI A. RAHMAN PERSIAPAN MENUJU KELALAIAN Ada empat hari sebelum senja kita dipenuhi sepi hari pertama birumu pudar hari kedua warna hujan berlapis di ubun-ubunmu hari berikutnya belantara kesesakan lenyap terakhir, kedip matamu pelan seolah kelopaknya menginginkan kantuk lalu sepi itu tiba dengan semarak   LAYAU Ucapan selamat malam tercecer di depan pintu kamar e ntah siapa yang memiliki, dia lupa seseorang yang jauh telah menanti n amun apa daya, pagi sudah kadung cuci muka dan gosok gigi u capan selamat salam kutelan, lalu kusampaikan pada diri sendiri   USAHA MENJADI PENGGERUTU Di pangkuanmu, aku duduk meringkuk kaku. Hanya berjarak sekedip mata, kau berteriak meracau lantaran tak kuat menahan beban tubuhku. Lalu ke mana rindu yang kau bilang berat itu?   TUKAR TAMBAH Di penghabisan hari, kulerak mimpi-mimpi dari ikatannya ku biarkan ia tidur sebagaimana ak u agar malam nanti ia menjadi mimpi yang ceria mengetuk kantuk lelaki yang lupa ba

BERKACA PADA SISWA

Gambar
Suka atau tidak, Ujian Nasional (UN) telah menggerogoti pendidikan kita berpuluh-puluh tahun. Secara sadar atau tidak kebanyakan kita justru menikmatinya, alih-alih berusaha mengoreksi. Coba telisik, haluan pemerintahan senantiasa berubah. Namun keputusan untuk menyamaratakan penilaian akhir setiap individu siswa selalu kokoh diemban siapa pun pemegang kendalinya. Padahal kita tahu kualitas pendidikan semua sekolah juga belum sama rata. Kemajuan pendidikan Indonesia menjadi sebuah utopia yang nyaris, bahkan selalu, berakhir hampa. Ini bukan berarti UN tidak menghasilkan apa pun. Tapi dampaknya mengandung dan mengundang lebih banyak hal-hal negatif, ketimbang yang baik. Kelancungan, pengabaian kemampuan siswa, ketimpangan, dan masih banyak lagi permasalahan lain yang tiap tahun terjadi. Jangan ditanya bukti, sudah terlalu banyak contoh yang terkuak, dan itu bisa jadi sudah tidak menjadi bukti. Akan tetapi, ada dampak yang tidak kalah membahayakan dan kita acap kali lalai menyada

ULASAN FILM - ZIARAH

Gambar
  ZIARAH (2017) Film Ziarah memang rilis tiga tahun silam. Namun baru ada media yang menayangkan secara luas melalui situs resmi pada tahun ini. Mengingat segmen pasar film ini menyentuh kalangan terbatas dan bukan film komersil, wajar jika kehadirannya di bioskop kurang terangkat. Mengesampingkan hal tersebut, Ziarah sepatutnya tidak hanya sebatas lewat. Ia mempunyai kekuatan yang tidak kita lihat di film Indonesia lain. Menceritakan seorang Nenek bernama Mbah Sri yang belakangan mengetahui perihal sejarah suaminya -Pawiro Sahid - yang ikut berjuang pada Agresi Militer Belanda II. Mbah Sri menyangka salah satu makam di Taman Makam Pahlawan itu tempat suaminya bersemayam. Hingga seseorang mengisahkan kepadanya sebuah cerita. Makam yang biasanya ia kunjungi bertulis "Tak Dikenal" itu bukan suaminya. Pawiro Sahid dikubur di tempat lain yang tak ia ketahui. Sementara itu, Prapto (Cucu Mbah Sri) disibukkan dengan meyakinkan calon istrinya tentang kesiapannya berumah tangga. T

ULASAN FILM - IMPERFECT

Gambar
IMPERFECT (2019) Di balik tawa yang meledak di seantero ruang bioskop, Ernest Prakasa ingin menyentil bagaimana kehidupan “orang-orang yang tidak normal” kerap kali ditertawakan. Saya merasa dekat dengan film ini. Bukan hanya karena pengalaman hidup, tapi lantaran ceritanya menghendaki demikian. Imperfect berujar dengan penuh humor yang menghibur, tapi setiap tawa yang keluar dari mulut saya, itu seperti manis gula yang tahan hanya beberapa saat di lidah. Setelahnya, akan ada adegan-adegan yang menguasai dan memadankan dengan ingatan saya. Sebuah rasa ketidaksempurnaan. Sejak kecil, Rara (Jessica Mila) sudah merasakan percikan ketidakadilan terhadap dirinya. Dengan perawakan gemuk yang ia miliki, wajar jika “orang-orang yang berada dalam standar keindahan bentuk tubuh” ini sering meledek. Yang Rara rasakan hampir mendekati masa kecil saya, saya lebih beruntung dibanding Rara, yang sialnya ibunya sendiri acap kali seperti menyudutkan Rara. Lebih-lebih kehadiran adikn

MASWANA DAN CERITA-CERITA

Gambar
“Barangkali Maswana diculik jin”. Ada pikiran semacam itu yang hinggap di kepala Sarnah . Entahlah, ataukah ia juga kehilangan akal lantaran anaknya belum juga pulang padahal dingin angin malam kian menggigit. Ia juga bingung harus berbuat apa, karena mungkin anaknya memang benar-benar diculik jin. Sementara sampai ujung manapun mereka mencari, itu hanya akan buang-buang keringat. Maswana, anaknya, belum juga diketahui pasti kabar raganya. Orang-orang gaduh semenjak ibunya berteriak “Maswana hilang, Maswana hilang”. Pekikan histeris membelah malam yang seketika membuat jantung terkejut. Untung saja bayi-bayi tetangga tidak ikut terbangun. Beberapa lelaki dewasa seketika berkumpul mendatangi suara tersebut. Sarnah berdiri seperti orang kebingungan, ia gelisah dan air matanya seperti hendak tumpah. Di samping, seorang lagi anak lelakinya berusaha menenangkan. Sarnah terduduk kehilangan kata-kata. Sementara Haji Badrun, guru ngaji Maswana yang berdiri di depan pintu juga be